
Pengajaran Makna
Kata di SMA
Dosen Pembimbing
: Roziah.,S.Pd.M.A
Disusun oleh
kelompok : VI
1. Yulia
Fatriana
2. Rafita Rani
Marenti
3. Zulfahmi
4. Rahmatang
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA
INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kesehatan
dan kesempatan sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Pengajaran Makna Kata di SMA ” sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Makalah ini disusun dengan tujuan
untuk memenuhi tugas kelompok dan untuk menambah pengetahuan pembaca. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Roziah.,S.Pd.M.A selaku dosen pembimbing dan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.
Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat serta membantu dalam mempelajari tentang pengajaran makna kata di
SMA. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini,
namun jika masih terdapat kesalahan, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca.
Pekanbaru, 16 Maret 2013
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kata merupakan momen kebahasaan yang
bersama-sama dalam kalimat menyampaikan pesan dalam suatu komunikasi. Kata
berwujud dalam berbagai bentuk. Kebermacaman bentuk kata tersebut difokuskan
dalam BI yang tentu saja berbeda sistemnya jika dibandingkan dengan bahasa lain
didunia. Hal ini tidak mengherankan karena setiap bahasa mempunyai sistem.
Makna adalah hubungan antara lambang
bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang
diperoleh dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang
dimiliki. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu
merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan
(feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam
seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi.
Istilah makna meskipun
membingungkan, sebenarnya lebih dekat dengan kata. Sering kita berkata, apa
artinya kata ini, apakah artinya kalimat ini? kalau seseorang berkata, “saya
akan berangkat,” itu berarti bahwa ia siap berjalan, siap melaksanakan kegiatan
atau aktivitas pindah, pindah dari satu tempat ke tempat lain, dengan jalan
melaksanakan kegiatan berjalan. Dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang orang
membaca atau mendengar kata atau kalimat yang menggunakan bahasa bukan
bahasanya. Di sini, kita bukan saja berhadapan dengan makna kata, tetapi juga
persoalan mengalihbahasakan. Dengan kata lain orang berurusan dengan istilah
teknis untuk setiap kata yang selanjutnya mengalihbahasakan kedalam bahasanya
sendiri.
1.2
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan
pada makalah ini yang berisi tentang Pengajaran Makna Kata di SMA” adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah semantik bahasa Indonesia dan untuk mengetahui tentang
bagaimana pengajaran makna kata di SMA.
1.3
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan
makalah ini untuk menambah pengetahuan pembaca dalam mempelajari tentang Pengajaran
Makna Kata.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Batasan Makna
Di dalam kamu Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud,
1993:451) kata bermakna : (1) unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang
merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam
berbahasa. Secara teknis kata adalah satuan ujaran yang berdiri sendiri yang
terdapat di dalam kalimat, dapat dipisahkan, dapat ditukar, dapat dipindahkan
dan mempunyai makna serta digunakan untuk berkomunikasi.
2.2 Bentuk Kata
Bentuk kata dapat dibagi atas :
2.1.1
Bentuk dasar atau leksem yang bermakna leksikal
2.1.2
Paduan leksem
2.1.3
Bentuk berimbuhan
2.1.4
Bentuk berulang
2.1.5
Bentuk majemuk
2.1.6
Bentuk yang terikat konteks kalimat
2.1.7
Akronim
2.1.8
Singkatan
2.3 Makna dalam Leksem
Menurut Harimurti
(1989:9), “ Leksemlah yang merupakan bahan dasar yang setelah mengalami
pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatika. Makna dalam
leksem yang dimaksud disini, yakni bentuk yang sudah dapat diperhitungkan
sebagai kata. Dalam BI terdapat bentuk seperti ini: kunci, lompat, makan, pagar, tidur. Bentuk kunci dapat menghasilkan dikunci,
mengunci, dan kata pagar dapat
diberi imbuhan sehingga menjadi dipagari,
memagari, terpagar. Jadi makna leksem disini adalah makna leksikal yang
terdapat dalam leksem yang berwujud kata, yang makna leksikal adalah makna unsure bahasa sebagai lambing benda,
peristiwa, dsb (KBBI,2008:864).
2.4 Makna Paduan Leksem
Ada 3 istilah yang
dibahas pada bagian ini: idiom, kata majemuk, paduan leksem. Harimurti
(1989:107) mengatakan idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan
makna komponen-komponennya. Sedangkan kata majemuk adalah gabungan morfem dasar
yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik
yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Makna kata majemuk
bukanlah makna unsur-unsurnya, tetapi makna baru, makna lain dari
unsur-unsurnya.
Paduan leksem adalah gabungan dua
leksem atau lebih yang diperhitungkan sebagai kata. Menurut Harimurti paduan
leksem menjadi calon kata majemuk, konsep paduan leksem tidak sama dengan kata
majemuk. Makna paduan leksem dapat dirunut dari unsur yang membentuknya.
2.5 Makna Kata Bebas
Yang dimaksud dengan
kata bebas yaitu kata-kata yang dapat berdiri sendiri dalam ujaran tanpa
mendapat imbuhan atau tanpa didampingi kata yang lain. Kata bebas pada umumnya
berkategori nomina. Contoh kata arang bermakna
bahan bakar yang hitam warnanya dibuat atau terjadi dari bara kayu yang
dipengap. Ingin diingatkan pula bahwa kata-kata bebas dapat saja maknanya
bergeser apabila kata-kata tersebut berada di dalam kalimat.
2.6 Bentuk yang Mengakibatkan
Makna
Bentuk yang
mengakibatkan makna di sini, yakni imbuhan. Imbuhan dalam BI belum bermakna.
Karena itu, sebuah imbuhan dapat saja mengakibatkan munculnya makna yang
bermacam-macam. Ambillah prefiks me-. Prefiks me- yang diletakkan pada leksem tulis,
menghasilkan kata menulis
yang bermakna melaksanakan aktivitas
sesuai
dengan yang ditunjukkan oleh
leksemnya. Prefiks me- yang diletakkan leksem luas mengakibatkan makna
menjadi sesuai dengan leksemnya.
2.7 Makna yang
Berimbuhan
Imbuhan itu mengakibatkan
munculnya makna. Telah diketahui, imbuhan terdiri dari prefiks, infiks, sufiks,
konfiks dan gabungan. Jika imbuhan itu diletakkan, baik pada leksem maupun pada
kata, umumnya menghasilkan kata berimbuhan. Dalam BI terdapat kata berimbuhan berjauhan
yang leksemnya jauh, mendapat imbuhan ber-
dan –an. Kata berjauhan
bermakna tidak berdekatan, dalam
jarak jauh, dan tidak dekat hubungan.
2.8 Makna Kata Berulang
Kata
berulang atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya
maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Contoh pohon-pohon, berlari-lari, sayur-mayur, dan sebaginya. Ada
baiknya diingatkan bahwa kata ulang tidak sama dengan ulang kata. Ulangan kata
adalah kata yang diulang-ulang, misalnya bukan:”
Suka, suka sekali dengan baju itu!
Kata suka yang diulang beberapa
kali, disebut ulangan kata, sedangkan kata suka-suka
dalam kalimat, “Suka-suka
kamu mau pilih yang mana.” Adalah kata ulang.
Makna kata suka-suka, yakni semaunya saja.
2.9 Makna Kata Majemuk
Kata majemuk dalam segi leksikologis
adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang
mempunyai pola fonologis, gramtikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah
bahasa yang bersangkutan. Ramlan (1983:67) mengatakan kata majemuk ialah kata
yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya .” makna yang muncul bukanlah
gabungan makna pada tiap unsur, melainkan makna lain dari unsur membentuknya.
Ada beberapa ciri yang dapat
membedakan kata majemuk dengan unsur yang lainnya, yakni:
·
Tidak dapat diperluas
·
Tidak dapat disela
·
Tidak dapat diubah
strukturnya
·
Tidak dapat dijauhkan.
Tiga ciri yang membedakan kata majemuk dengan
unsur yang lain:
·
Ketaktersisipan
·
Ketakterluasan
·
Ketakterbalikan
2.10 Makna
Kata Terikat Konteks Kalimat
Dalam
bahasa Indonesia ada kata-kata yang mempunyai makna leksikal, tetapi ada pula
kata-kata yang dapat ditentukan maknanya jika kata tersebut telah berada dalam
satuan yang disebut kalimat. Itu sebabnya kata-kata seperti itu disebut kata
yang terikat konteks. Kata-kata seperti ini akan memiliki makna jika didampingi
kata yang lain, apakah didepan atau berada dibelakang kata tersebut. Kata-kata
tersebut digolongkan kedalam kata-kata tugas atau partikel.
Makna kata yang terikat konteks
kalimat dengan sendirinya harus ditelusuri ketika kata itu telah berada dalam
kalimat. Beberapa kata yang terikat konteks kalimat akan segera dikemukakan
maknanya berikut ini.
Adakalanya bermakna kadang-kadang,
sekali-sekali, sekali-waktu, misalnya dalam kalimat, “kehidupan di dunia ini
ada kalanya senang, adakalanya susah.”
Kata adalah bermakna : (i) identik
dengan, misalnya dalam kalimat “harimau adalah kucing ukuran besar” ; (ii) sama
maknanya sama dengan, misalnya dalam kalimat “Kata adalah satuan bahasa yang
bermakna” ; (iii) termasuk dalam kelompok atau golongan, misalnya dalam
kalimat, “saya adalah anggota MLI.” (Masyarakat Linguistik Indonesia).
Kata
adapun bermakna hal, mengenai, misalnya dalam kalimat, “adapun pencuri itu
telah ditangan polisi”.
Kata
akan bermakna ; (i) menyatakan sesuatu yang akan terjadi, hendak, misalnya
dalam kalimat, “Saya menyangka ia akan pulang”
; (ii) kepada, misalnya dalam kalimat, “Jangan lupa kepada orang tua kita!” ;
(iii) mengenai, tentang, terhadap, misalnya dalam kalimat,”Uangnya dibank
dibiarkannya begitu saja”; (iv) untuk, misalnya dalam kalimat “Uang ini akan aku belikan roti”.
Kata
asal bermakna (i) keadaan yang semula, pangkal permulaan, misalnya dalam
kalimat, “asal motor ini dibuat
di Jepang”; (ii) mula-mula sekali, semula,
misalnya dalam kalimat,”Batas-batasnya yang asal sudah tidak dikenal lagi”;
(iii) dengan syarat, apabila, misalnya dalam kalimat, “Saya pergi asal kau beri
uang”; (iv) sembarang, misalnya dalam kalimat,”Jangan asal berkata saja”; (v)
yang penting, misalnya dalam kalimat,”Biar lambat asal selamat; (vi) sembarang,
misalnya dalam kalimat,”Kalau bekerja jangan asal saja.”
Kata
bahwa bermakna (i) kata penghubung untuk menyatakan isi atau uraian bagian
kalimat yang didepan, misalnya dalam kalimat,”Saya menduga bahwa Sari tidak masuk sekolah”;
(ii) kata penghubung untuk mendahului anak kalimat yang menjadi pokok kalimat,
misalnya dalam kalimat,”Bahwa cerdas,
tidak mengherankan.”
Kata
dan bermakna sebagai penghubung, penggabung, misalnya dalam kalimat, “Roni dan Tari telah lama pacaran.”
Makna
kata ke yakni kata depan untuk menandai arah atau tujuan, misalnya dalam kalimat,”Ana akan pulang ke rumah.”
Makna
kata lain (i) asing, beda, tidak sama, misalnya dalam kalimat “Anggapan orang lain tidak perlu disalahkan”;
(ii) tidak termasuk, misalnya dalam kalimat “Lain rasa durian montong dengan durian biasa.”
Makna
kata pada, yakni (i) kata depan yang dipakai untuk menunjukkan posisi diatas
atau dalam hubungan dengan, misalnya dalam kalimat “Pada awalnya saya keberatan dengan permintaan saudara”;
(ii) menurut, misalnya dalam kalimat “Pada ingatannya, buku itu diletakkan diatas meja”;
(iii) cukup, misalnya dalam kaliamat “pena
itu ada pada Lina”.
Makna
kata seperti, yakni : (i) serupa dengan, sebagai, semacam, misalnya dalam
kalimat, “Jamur itu bentuknya seperti
telinga”; (ii) sama halnya dengan, tidak
ubahnya, misalnya dalam kalimat,”Sifatnya
seperti sifat ibunya”; (iii) sebagaimana,
sesuai dengan, menurut, misalnya dalam kalimat “Semuanya dilaksanakan seperti kemauanmu”; (iv) seakan-akan,
seolah-olah, misalnya dalam kalimat,” seperti
tidak ada orang yang ia kenali”;
(v) misalnya, umpamanya, misalnya dalam kalimat,”Ani seperti bunga mawar”; (vi) akan hal,
misalnya dalam kalimat,”Seperti saya
tidak perlu kau khawatirkan”.
Makna
kata telah, yakni sudah, misalnya dalam kalimat, “tugas-tugas telah saya kerjakan”.
Makna
kata untuk, yakni : (i) bagian, misalnya dalam kalimat,”baju ini untuk ibu”;
(ii) sebab atau alasan, misalnya dalam kalimat,”untuk kecerobohannya ia harus dihukum”;
(iii) tujuan atau maksud, misalnya dalam kalimat,”saya pergi ke warung untuk membeli beras”;
(iv) penganti, misalnya dalam kalimat, “tikar
itu dipakai untuk selimutnya”; (v) selama, misalnya
dalam kalimat,”Saya pergi ke kampong
halaman untuk seminggu kedepan”; dan (vi) sudah, misalnya
dalam kalimat,”ibu pergi wirid
akbar untuk yang kesekian kalinya”.
Makna
kata yang, yakni: (i) kata yang menyatakan bahwa kata atau kalimat yang berikut
diutamakan atau dibedakan dari yang lain, misalnya dalam kalimat “ orang yang rajin disayang keluarga”;
(ii) kata yang menyatakan bahwa bagian kalimat yang berikutnya menjelaskan kata
yang didepan, misalnya dalam kalimat “saya
mendapati anak yang ditinggal ibunya dipinggir jalan”;
(iii) kata yang dipakai sebagai kata pembeda, misalnya dalam kalimat :yang pintar sama yang pintar”; (iv) adapun, akan,
misalnya dalam kalimat “Saya
yang selalu dikucilkannya”;
(v) bahwa, misalnya dalam kalimat,” Saya
yakin yang utamakannya
Allah”.
Beberapa
kata yang terikat konteks kalimat ini memperlihatkan kenyataan bahwa maknanya
hanya dpat diketahui melalui konteks kalimat. Kata-kata ini berdiri sendiri,
bahkan cirri utamanya, yakni tak dapat diberikan atau dilekati imbuhan.
Kata-kata ini berbeda, misalnya dengan kata meja, yang tanpa bantuan kata yang
lain telah bermakna leksikal. Orang sudah dapat membayangkan meja. Tetapi kalau
kata yang, apakah yang dapat dibayangkan? Dengan kata lain acuannya belum
tampak. Acuan itu pun akan Nampak jika kata-kata terikat konteks kalimat itu
telah berada didalam kalimat.
2.11 Makna Akronim
Akronim adalah pemendekan dua kata atau lebih
menjadi satu kata saja. Dengan kata lain akronim merupakan kata. Maknanya
merupakan kepanjangan kata tersebut. Jadi, kalau kita ingin mengetahui makna
akronim adpel, maka harus diketahui lebih dahulu kepanjangan akronim adpel.
Kepanjangan akronim adpel adalah administrasi pelabuhan. Maknanya, jadi
dipelabuhan, terutama administrasinya.
Kelihatannya dalam bahasa Indonesia
proses pembentukan akronim tidak didasarkan pada kaidah yang mengikat.
Kelihatannya syarat enak dengar yang sangat menentukan. Akronim adpel terjadi
dengan memendekkan, yakni mengambil suku pertama pada setiap kata.
Ambilah akronim amdal. Bagaimanakah
proses pembentukannya? Akronim amdal dipendekkan dari kata-kaa analisis
mengenai dampak lingkungan. Terlihat disini huruf-huruf pertama yang diambil,
kecuali pada kata dampak. Pada kata dampak, dua huruf pertama yang diambil.
Lalu apakah makna akronim amdal? Maknanya, yakni kepanjangan akronim itu
sendiri, analisis mengenai dampak lingkungan. Orang harus mengetahui, apakah
makna dampak, dan harus mengetahui makna kata lingkungan. Kelihatannya amdal
sudah merupakan ilmu tersendiri. Suatu perusahaan belum diizinkan melaksanakan
kegiatan jika belum memasukkan amdal.
Dalam bahasa Indonesia telah
ada akronim aspal dan aspri. Apakah kepanjangan kedua akronim itu? Aspal
kepanjangannya asli tapi palsu, dan aspri kepanjangannya asisten pribadi.
Apakah maknanya? Ijazahnya aspal,”maksudnya ijazah itu asli, tetapi palsu.
Kedua kata ini memiliki makna yang mengagetkan, ironis. Bagimanakah sebuah
ijazah yang asli tetapi palsu.
Akronim ini muncul setelah ada kasus
di negeri ini, yakni orang yang mnunjukkan ijazahnya sebagai asli, tetapi
selidik demi selidik, ih… ternyata palsu. Mengapa palsu tidak perlu
dipersoalkan? Makna akronim aspal bersifat efekti, sedangkan makna akronis
aspri bersifat emoti, menimbilkan rasa gembira bagi orang yang menyandangnya.
Apakah yang dapat disimpulkan berdasarkan uraian diatas?
Kesimpulannya, yakni makna akronim adalah makna kepanjangan kata-kata yang
membentuk akronim tersebut. Akronim sudah dianggap kata.
2.12 Makna Singkatan
Berbeda dengan akronim,
singkatan atau abreviasi teratur cara memendekkan kata yang menjadi unsurnya.
Ambillah singkatan ABRI yang kepanjangannya adalah Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. Pada singkatan ini diambil huruf pertama pada setiap unsure.
Makna sinkatan harus dicari pada
unsure yang membentuk singkatan. Dengan kata lain, maknanya adalah kepanjangan
singkatan itu sendiri.
Singkatan digolongkan oleh Harimurti
kedalam kependekan karena menurutnya (Harimurti,1989:162-163) kependekan
terdiri dari : (i) singkatan, misalnya ABRI;(ii) penggalan, misalnya
prof.(professor); (iii)akronim, misalnya asbun(asal bunyi) ; (iv) kontraksi,
misalnya takkan(tidak akan) ; dan (v)
lambang huruf, misalnya
cm(sentimeter).
Kadang-kadang singkatan dianggap
sudah seperti kata. Karena itu, dapat dipendekkan atau disingkatkan lagi ketika
singkatan tersebut ditambah dengan unsure lain. Misalny, ABRI yang digabungkan
dengan urutan kata masuk desa terbentuklah singkatan A.M.D yang kepanjangannya
ABRI Masuk Desa yang maknanya, juga dalam kepanjangan itu sendiri.
2.13 Makna Bentuk yang Diplesetkan
Akhir-akhir ini dalam
penggunaan bahasa Indonesia, meskipun dalam situasi resmi, yakni gejala bentuk
yang diplesetkan. Gejala bentuk yang diplesetkan menarik untuk dibicarakan,
terutama dilihat dari segi makna, pesan yang disampaikan. Bentuk yang
diplesetkan merupakan tindak kesewenang-wenangan pemakai bahasa untuk
menggunakan lambing tertentu yang tentu saja ingin memaknakan sesuatu.
Heryanto (1995:5) mengatakan :”…
plesetan dapat digambarkan sebagai kegiatan berbahasa yang mengutamakan atau
memanfaatkan secara maksimal pembentukan sebagai pernyataan dan aneka makna
yang memungkinkan oleh sifat sewenang-wenang pada kaitan
pertanda-makna-realitas empiric.” Seseorang yang menggunakan bentuk-bentuk plesetan
pada awalnya menggunakan kata dan kalimat-kalimat yang wajar. Namun setelah
pendengar terbuai oleh kata-kata yang direntetkan, tiba-tiba pembicara
menyelipkan, mengubah, membuat kejutan, bahkan membuat pendengar tertawa dengan
jalan menggunakan bentuk-bentuk yang diplesetkan yang tidak diduga sebelumnya
oleh pendengar. Pendengar tertawa, kadang-kadang juga tersinggung, bahkan
merasa dihina dengan adanya bentuk yang diplesetkan karena memahami maknanya.
Dalam hubungan dengan istilah bentuk
yang diplesetkan, Heryanto (1995:6-9) membagi bentuk yang diplesetkan atas tiga
jenis. Jenis pertama, jenis plesetan untuk beplesetan itu sendiri. Pada jenis
ini yang terjadi adalah kenikmatan bermain-main bahasa didalam bahasa itu
sendiri tanpa mempedulikan kaitannya dengan dunia diluar bahasa. Heryanto
memberikan contoh: air love yoe;… love
yoe sebelum berkembang.
Untuk memahami urutan kata air love
yoe, orang harus memahami bahasa inggris Rupanya kata air harus dihubungkan
dengan I dalam bahasa inggris, sehingga urutan itu menjadi I love you. Timbul
pertanyaan, apakah hubungan makna kata I dalam bahasa inggris dengan kata air
dalam bahasa Indonesia? Rupanya pembicara hanya ingin bermain-main kata dalam
bahasa itu sendiri.
Berdasarkan contoh tersebut ,
terlihat bahwa pembicara tidak menghubungkan makna dengan dunia di luar bahasa.
Si pembicara hanya bermain-main dalam bahasa. Makna yang disampaikan tidak ada,
pembicara hanya melucu. Menurut Heryanto terdapat dua subkategori pada plesetan
jenis pertama ini.
Subkategori pertama, yakni plesetan
yang menuntut kemahiran, mengundang tawa penonton dengan mendistorsi kata
sehingga terbentuk kata-kata lain yang sebenarnya tidak mempunyai sangkut paut
atau malahan tidak bermakna, tetapi kedengarannya lucu. Misalnya, kata kepala
diplesetkan menjadi kelapa. Disini terlihat bahwa makna kepala berbeda dengan
makna kata kelapa.
Subkategori kedua, yakni sejumblah
graffiti yang mendistorsikan istilah pribumi menjadi sedikit kebarat-baratan
tanpa sepenuhnya melenyapkan unsure yang pri bumi itu. Contohnya : wheduz
menjadi wedus (jawa:domba).
Plesetan jenis kedua, yakni plesetan
alternative, yakni pelesetan yang mengajukan sejumlah penalaran atau acuan
alternative terhadap yang sudah atau sedang lazim dalam masyarakat. Pada
plesetan jenis kedua ini terjadi penjegalan terhadap sesuatu yang sudah lazim.
Misalnya : pepatah yang berbunyi tong kosong berbunyi nyaring, diplesetkan
menjadi tong kosong berbunyi glondang, kata nyaring diplesetkan menjadi
glondang. Disini tampak bahwa pembicara
hanya ingin melucu saja.
Plesetan jenis kedua ini menurut
Heryanto ada dua subkategorinya. Subkategori yang pertama, yakni sejumlah
praktek berbahasa diantara para remaja yang biasa disebut bahasa prokem(jawa
barat), walikan (jawa timur). Plesetan jenis prokem mengubah penanda, bukan
makna atau hubungan referensial dengan realitas di luar bahasa.
Subkategori kedua, yakni plesetan
seperti yang tampak pada karya-karya atau teater Putu Jaya. Pada karya atau
teater Putu Jaya, ia tidak sekedar memberikan lelucon-lelucon tetapi ia
menampilkan persoalan-persoalan kehidupan masyarakat secara sunguh-sungguh.
Dengan kata lain plesetan bukan untuk berpleset tetapi plesetan yang menggigit.
Plesetan jenis ketiga, yakni
plesetan oposisi karena ia memberikan nalar dan acuan yang secara konfrontati
bertubrukan atau menjungkirbalikkan apa yang sudah atau sedang lazim dalam
masyarakat. Plesetan jenis ini bukan sekedar menggantikan satu tanda makna
dengan tanda atau makna lain, tetapi menjungkirbalikkan nilai perlawanan
frontal terhadap tanda atau makna yang telah ada. Yang banyak menjadi sasaran
plesetan jenis ini, yakni singkatan. Misalnya : Rumah sangat sederhana (RSS),
diplesetkan menjadi rumah sangat sengsara.
Plesetan oposisi tampak pula pada
pepatah, misalnya, sedikit-sedikit, lama-lama jadi bukut; kata bukit
diplesetkan menjadi habis.
Plesetan merupakan gejala baru dalam
penggunaan bahasa Indonesia. Plesetan berhubungan dengan perkembangan pemikiran
pemakai bahasa untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan kemauannya.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata
merupakan momen kebahasaan yang bersama-sama dalam kalimat menyampaikan pesan
dalam suatu komunikasi. Kata berwujud dalam berbagai bentuk. Kebermacaman
bentuk kata tersebut difokuskan dalam BI yang tentu saja berbeda sistemnya jika
dibandingkan dengan bahasa lain didunia. Hal ini tidak mengherankan karena
setiap bahasa mempunyai sistem.
3.2 Saran
Penulis telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun
apabila masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun isi dari makalah yang
penulis susun. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Dan saran
penulis untuk pembaca adalah agar selalu berusaha untuk menghasilkan suatu
karya yang memiliki makna.
DAFTAR PUSTAKA
Pateda, Mansoer,
Prof.Dr., Semantik Leksikal. Jakarta:
Rineka Cipta, 2001
Aminuddin, Drs. MPd., Semanti Pengantar Studi Tentang Makna. Malang: Sinar Baru Algensindo, 2011
Chaer, Abdul., Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Daryanto, Sigit, S.S., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Surabaya: Apollo. 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar